Selamat Datang

Selamat membaca artikel yang kami sajikan.

14 April 2009

NPWP jadi kartu discount


Beberapa waktu yang lalu Kanwil DJP Jawa Barat I melakukan gebrakan dengan pemberian kartu discount bagi pemilik NPWP. Meskipun baru di FO-FO tertentu namun ini merupakan gebrakan yang patut diajungi jempol karena bagi banyak orang mempunyai NPWP artinya menambah beban pekerjaan tahunan yaitu keharusan menyampaikan SPT Tahunan PPh OP. Dengan gebrakan ini menunjukkan bahwa ternyata dengan ber-NPWP memberikan keuntungan tersendiri bagi WP.

Gebrakan lainnya dilakukan oleh KPP Pratama Manado yaitu meningkatkan layanan kepada Wajib Pajak dengan cara pemberian informasi perpajakan via SMS.

Semoga hal positif ini diikuti oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak se-Indonesia sehingga Wajib Pajak ber-NPWP tidak merasa terbeban lagi mempunyai NPWP tapi merasakan mempunyai NPWP ternyta sangat menguntungkan.

Dengan demikian DJP tidak susah payah lagi menjaring WP untuk mempunyai NPWP namun dengan kesadaran yang tinggi dan melihat manfaat NPWP maka WP berlomba-lomba mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP. Semoga.

Mengapresiasi Aparat Pajak


ADA dua hal yang patut dicatat dari proses penyerahan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan orang pribadi yang berakhir Selasa (31/3). Pertama, antusiasme para wajib pajak untuk menyerahkan SPT sangat tinggi. Kedua, pelayanan yang diberikan aparat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak juga sangat baik.

Kita patut gembira dengan kenyataan tersebut. Gembira karena belum pernah ada dalam sejarah Republik ini para wajib pajak berbondong-bondong mendatangi kantor pajak hingga mencapai ribuan orang.

Kita juga bersuka ria karena pelayanan yang diberikan Ditjen Pajak sepadan dengan kegairahan para wajib pajak. Mereka melayani, membimbing, dan merespons segala kebutuhan wajib pajak melalui berbagai cara.
Peristiwa tersebut bisa menjadi modal sosial bagi bangsa ini menuju perekonomian yang lebih matang dan beradab. Yakni perekonomian yang ditandai oleh makin meningkatnya kesadaran warga akan kewajiban mereka. Pula, ditandai sikap tanggap dan melayani dari birokrasi.

Itulah yang terjadi di negara-negara maju. Kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi karena mereka paham betul bahwa pajak menjadi tiang penyangga perekonomian negara. Birokrasi juga melayani publik dengan saksama sebagai bagian dari kontraprestasi atas uang yang dibayarkan rakyat.

Maka, modal sosial seperti itu harus terus dikembangkan di negeri ini. Itu sudah terbukti sejak program sunset policy digulirkan. Program penghapusan sanksi pajak tersebut terbukti menambah jumlah wajib pajak sangat signifikan.

Pada akhir 2007, jumlah wajib pajak terdaftar baru 5,3 juta orang. Namun, hanya dalam tempo 14 bulan, yakni pada pertengahan Februari 2009, jumlah wajib pajak terdaftar melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 12,1 juta orang.Selain mendongkrak jumlah daftar wajib pajak, sunset policy melambungkan pendapatan negara. Pada 2007, penerimaan negara dari sektor pajak baru mencapai Rp491 triliun. Setahun kemudian, penerimaan negara dari pajak naik signifikan sebesar 32% menjadi Rp658,7 triliun.

Angka tersebut merupakan pencapaian terbesar dari Ditjen Pajak sejak enam tahun terakhir. Tidak mengherankan jika rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto juga naik, dari 12,4% pada 2007 menjadi 14,1% pada 2008.Amat gamblang terlihat bahwa kerja cerdas yang inovatif dari Ditjen Pajak yang dipimpin Darmin Nasution menghasilkan dua kesuksesan sekaligus, yakni kesuksesan kuantitatif dan kualitatif.

Kesuksesan kuantitatif dibuktikan dengan kenaikan penerimaan pajak. Kesuksesan kualitatif tecermin dari kegairahan luar biasa dari wajib pajak untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak dan menyerahkan SPT.

Karena itu, apresiasi yang tinggi patut dialamatkan kepada para wajib pajak dan jajaran Ditjen Pajak. Terobosan seperti sunset policy harus terus digalakkan agar rasio penerimaan pajak terus meningkat sehingga APBN kita aman.Kini, tinggal bagaimana pemerintah membelanjakan uang rakyat dari pajak tersebut secara tepat dengan prioritas utama untuk rakyat. Bukan untuk tujuan politis ataupun memoles citra untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.

Media Indonesia
Kamis, 02 April 2009 00:00 WIB

Pajak Pak Darmin

Oleh Zaim Uchrowi

''Basah.''
Itu komentar umum tentang kerja di kantor pajak. Seolah kerja di kantor pajak akan selalu kebanjiran uang, bakal hidup berkecukupan, serta punya tabungan berlimpah. Semua segera maklum bila seorang pegawai, apalagi pejabat, kantor pajakÿ20tampak kaya. Seperti seorang muda, tetangga saya, yang tiba-tiba membangun rumah lebih bagus ketimbang orang-orang sekitarnya. Mungkin ia mendapat uang dari keluarga atau sumber lain. Namun, orang-orang tetap mengaitkan dengan pekerjaannya. ''Dia kan kerja di pajak, pantas kaya.'' Hingga beberapa tahun lalu anggapan itu berkembang. Seolah kerja di pajak akan selalu membuat kaya raya. Kalau tak demikian, ia dianggap bodoh. ''Kerja di pajak kok nggak kaya.''

Sebuah anggapan yang dibenarkan oleh kenyataan sehari-hari. Pegawai kantor pajak, di masa itu, umumnya lebih makmur ketimbang banyak pegawai publik lain. Kemakmuran itu tak harus karena resmi mendapat imbalan tinggi. Pada banyak kasus, kemakmuran itu juga hasil dari pendapatan 'gelap'.


Masyarakat pun memaklumi kenyataan itu, walaupun, semestinya terheran-heran: Bagaimana dapat berkecukupan hanya dari imbalan uang publik? Dalam beberapa tahun terakhir, gambaran tentang kantor pajak mulai berubah. Terutama setelah Dirjen Pajak tampak bebenah dari semua sisi. Pembenahan bukan hanya dengan perbaikan citra lewat iklan yang menampilkan 'pengusaha subur' yang peduli pajak. Dari sejumlah kawan di kantor pajak saya tahu, pembenahan juga dilakukan di dalam. Baik dari perbaikan sistem hingga pengembangan profesionalitas tim. Tapi, hingga tahun silam, saat saya antre untuk menyerahkan SPT Pajak 2007, hasil perubahan itu belum terlalu terasa pada masyarakat. Para wajib pajak ini. Tahun ini suasana sudah sangat berbeda.

Para wajib pajak, atau setidaknya saya, ternganga saat datang ke kantor pajak. Antrean panjang seperti tahun-tahun terdahulu menghilang. Tak ada lagi pemeriksaan satu per satu yang mengesankan 'sikap curiga' kantor pajak pada masyarakat. Yang lebih mengemuka sekarang justru 'sikap percaya'.
Hal yang mengingatkan saya pada Francis Fukuyama yang menempatkan trust atau 'percaya' sebagai modal sosial penentu keberadaban bangsa. Sikap percaya itu ditunjukkan dalam bentuk help desk serta drop box yang sangat efisien.

Nuansa profesionalitas terasa kuat lingkungan itu. Hal itu tecermin dari sikap para petugas di sana. Mereka tidak menampakkan wajah-wajah yang suka 'berbasah-basah' agar kaya raya dengan segala cara. Mereka lebih menunjukkan sebagai sosok-sosok profesional yang layak mendapat imbalan profesional, dan tak menginginkan apa pun lebih dari itu, yang memang bukan haknya. Di lingkungan korporasi swasta pun transformasi sikap tim untuk menjadi benar-benar profesional tak mudah dilakukan. Apalagi di lingkungan birokrasi pemerintah. Tapi, Direktorat Jenderal Pajak membuktikan hal yang seakan tak mungkin tersebut benar-benar dapat diwujudkan.

Saat Republika menempatkan Pak Darmin Nasution pada Januari lalu sebagai Tokoh Perubahan 2008, saya mengangguk setuju. Tapi, ternyata perubahan yang dilakukan Pak Darmin dan tim jauh melebihi yang saya dapat bayangkan. Kantor pajak benar-benar telah tertransformasi menjadi lembaga profesional dan efektif. Saya bayangkan bila seluruh birokrasi dan lembaga negara menjadi seprofesional kantor pajak, maka Indonesia akan segera melejit menjadi bangsa yang kuat dan makmur. Bila seperti itu, Indonesia akan segera terbebas dari berbagai penyakitnya selama ini seperti korup, lamban, tidak profesional, tak ada rasa percaya antarsesama, hingga kecenderungan saling menjatuhkan.

Maka, usai ke kantor pajak akhir pekan silam, saya percaya bahwa Pak Darmin dan kawan-kawan bukan semata telah mentransformasi kantornya. Dengan perbuatan konkretnya, mereka telah mulai mentransformasi Indonesia. Bangsa dan negeri ini memerlukan 'rasa percaya' dan 'profesional'. Contoh nyata di kantor pajak menunjukkan bahwa kita mampu menghadirkan itu pada bangsa ini, yang akan dapat melahirkan kemajuan sejati. Semoga pemerintahan ke depan, hasil pemilihan umum 9 April serta pemilihan presiden nanti, akan mampu mentransformasi Indonesia sebagaimana Pak Darmin mentransformasi kantor pajak.

Republika Online
Jumat, 03 April 2009 pukul 23:20:00

Letters: Annual tax declaration


Usually, it is a popular habit to bash government offices, probably often with good reason, I think it is fair to also give them due credit when they are doing a good job.

Like so many people, delaying unpopular things until the last minute, I admit I myself have taken up this "infamous habit" this year, in submitting my annual tax declaration.

On 30 March, I finally went to the tax office in Serpong (BSD City) to deliver my yearly tax declaration (SPT Tahunan). Since this was last minute, I expected a long queue and a waiting period of maybe up to four hours. When I arrived there, I indeed joined hundreds of last minute tax form submitters; however, I was entirely wrong regarding the waiting time! The tax office was very well prepared to handle the huge crowd, by setting up a special service section in their big meeting room.

A sizeable number of civil servants were assigned to serve their customers. The process was very well-organized and running smoothly. After only 30 minutes, I was done and on my way home.

Congratulations and many thanks to the tax office in Serpong for doing a very good job.

Eckart Schumacher
BSD City, Banten

The Jakarta post
Sunday, April 5, 2009 6:20 PM

Kantor pajak telah berubah, WP juga harus berubah


Sebagai Wajib Pajak Badan, kami sudah pengalaman diperiksa. Untuk Tahun Pajak 2007 oleh KPP Madya Makassar, kami merasakan perubahan yang signifikan dalam proses pemeriksaan dibandingkan dengan waktu-waktu yang lalu.

Pemeriksaan berjalan sangat manusiawi, tidak ada tekanan tetapi justru yang banyak adalah bimbingan agar ke depannya menjadi lebih baik. Kami sangat terkesan. Dua kali kami mengajak makan, tetapi ditolak dengan santun. Pun, ketika pemeriksaan pajak telah selesai, kami ingin memberi tanda ucapan terima kasih, tetapi dijawab dengan kata-kata bahwa penghasilan/gaji yang kami terima Insya Allah mencukupi.

Dengan tidak bermaksud melebih-lebihkan, kami berkesimpulan bahwa reformasi yang dilakukan oleh Dirjen Pajak Insya Allah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dirasakan mulai dari pelayanan account representative (AR) yang demikian baiknya sampai perubahan pada perilaku pemeriksa pajak.

Melalui surat pembaca ini kami mengimbau kepada semua petugas pajak agar selalu berperilaku santun kepada Wajib Pajak. Demikian pula kepada Wajib Pajak (WP) agar memenuhi kewajiban membayar pajak dengan benar sebagai timbal balik dari perubahan mendasar sikap dan perilaku para petugas/pegawai Kantor Pelayanan Pajak.

Akhmad Aljufri
Komisaris PT Prima Dwi Utama, Kendari
Dimuat dalam Media Indonesia, 14 April 2009