Selamat Datang

Selamat membaca artikel yang kami sajikan.

18 Desember 2008

Permanent Resident Jatuh Miskin Karena Pajak?


Menanggapi milis yang beredar mengenai ”kejam”nya pajak dan orang pajak Indonesia, saya mencoba berhitung apakah ”claim” tersebut benar.

Untuk kepentingan ini, saya menjadikan acuan Australia sebagai benchmark terhadap Singapore. Ada dua alasan penting kenapa saya memilih Autralia. Yang pertama adalah saya ”blank” dengan sistem perpajakan di Singapore dan lebih familiar dengan praktek perpajakan di Australia. Alasan yang kedua adalah, saya pribadi memandang bahwa secara ekonomi, Australia dan Singapore adalah ”sejenis”. Asumsi data-data ekonomi dan ketenagakerjaan saya ambil berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama hidup di Kota Canberra, Australia.

Sebelum menghitung, apakah dengan membayar pajak di Indonesia dengan PTKP yang sangat rendah, Permanent Resident yang kerja di LN akan bangkrut, terlebih dahulu akan saya terangkan beberapa ”term” dan asumsi yang mungkin perlu dipahami.
Berbeda dengan Indonesia yang hanya mengenal WNI dan WNA, di negara-negara Maju dan OECD dikenal yang namanya Permanet Residen (PR) dan citizen. Perbedaan kedua jenis kependudukan tersebut terletak pada hak dan kewajiban yang diperoleh. WNI Pemegang PR Australia misalnya masih berstatus WNI dan memegang paspor Indonesia, namun dia tidak perlu mengurus atau memperpanjang Visa ketika ke Australia. Sedangkan citizen Australi berarti orang tersebut sepenuhnya menjadi warga negara dan pemegang paspor Australia. Konsekwensinya jika ada masalah di Australia pemegang PR masih ”diurusi” oleh KBRI kita, sementara citizen sepenuhnya urusan DN Australia.

Kemudian, untuk simplenya, kita berasumsi bahwa PR ini adalah bujangan. Dan dia bekerja di “kasta” non profesional. Sebagai contoh ádalah clearing service. Sebagai info di sana untuk profesional seperti akuntan , dokter atau bahkan lawyer dibayar sangat “muahallll”. Sebagai contoh, jika kita menyewa Layer untuk kasus perdata, tarif “sewa” nya bisa AUS $ 400 per jam.

Di Canberra, rata-rata bayaran untuk cleaning service adalah $ 15 per jam (di Weekend bisa 1.5 atau 2 x lipatnya). Kita asumsikan bahwa rata-rata seseorang bekerja selama 8 jam per hari dan 25 hari per bulan. Dengan demikian, sebulan seorang bujangan tanpa keahlian bisa mendapatkan 15 x 8 x 25 atau AUS $ 3000 per bulan. Dengan kata lain, dia mendapatkan penghasilan $ 36.000 per tahun. Asumsikan secara sederhana bahwa pengurang penghasiln bruto adalah sebsar 5 % atau $ 1.800 dan PTKP adalah $ 6.000. dengan demukian Ph Netto adalah $ 28.200. asumsikan lagi bahwa tarifnya adalah 10 %. Pajak yang dibayar adalah $ 2.820. sehingga dia dapat net income sebesar $ 25.380 per tahun. Jika rata-rata biaya hidup minimal adalah $ 1.500 per bulan atau $ 18.000 per tahun, maka dia bisa net saving sebesar $ 7.380 per tahun. Dengan kurs AUS $ 1 = Rp 7.500,- maka saving dia setahun sebesar Rp. 55.350.000,-

Sekarang kita hitung, berapa pajak yang harus dia bayar berdasarkan hukum PPh di Indonesia, jika diasumsikan dia tidak memiliki pendapatan lain baik dari Indonesia maupun di LN lainnya. Hasil meng”cleaning service” di LN bila di kurskan adalah sebesar Rp 270.000.000,- per tahun. Dengan biaya jabatan sebesar Rp 1.296.000 dan PTKP 2009 adalah Rp 15.840.000,- maka penghasilan kena pajak adalah sebesar Rp 252.864.000. Dengan tarif PPh tahun 2009, PPh terutang adalah sebesar Rp 33.216.000. dengan hak kredit PPh pasal 24 sebesar Rp 21.150.000,- maka dia hanya perlu membayar PPh di Indonesia sebesar Rp 12.066.000,-. Jadi kalo net saving dia sebelum kena pajak di Indonesia adalah sebesar Rp 55.350.000,-, maka setelah bayar pajak di Indonesia dia masih punya tabungan sebesar Rp 43.284.000,- setahun. Jadi seorang cleaning service aja masih bisa nabung sebesar 40 jutaan rupiah.

Dengan demikian, benarkah claim bahwa mereka akan jatuh miskin hanya karena bayar pajak di Indonesia?? Silahkan anda menjawabnya sendiri.

Mengenai kritik tentang PTKP yang teramat kecil di Indonesia, mungkin benar, jika mereka “compare” biaya hidup di Singapore. Tapi jika kita melihat di Australia, PTKP untuk bujangan adalah $ 6000 setahun sementara biaya hidup minimal setahun adalah $ 1.500 per bulan atau $ 18.000 per tahun. Dengan demikian kenapa mereka sangat cerewet jika berkaitan dengan kewajiban mereka terhadap negara Indonesia, namun tidak pernah berpikir betapa “ketidakadilan” juga kadang terjadi di negara lain. kenapa mereka protes bahkan memaki-maki negara kita, hanya karena “diminta” “sumbangan” pajak sebesar Rp 12 jutaan per tahun, sementara di saat yang sama dia “menyumbang” pajak ke negara asing sebesar Rp 21 jutaan. Bahkan jika tarif pajak di LN lebih tinggi dari Indonesia, maka mereka tak akan membayar se sen pun ke Indonesia?? Ok-lah jika mereka beralasan bahwa pantas mereka membayar pajak di negara asing karena mereka menikmati fasilitas di negara tersebut? Tapi lupakah mereka bahwa mungkin Anak mereka, Istri mereka, Saudara, atau orang tua mereka menikmati Jalan, Sekolah, jembatan, dan fasilitas lain di Indonesia? Dan lupakah mereka bahwa fasilitas tersebut di bangun dari pajak??

Kemudian menyangkut “ancaman” untuk hengkang di Indonesia, dengan teramat sedih saya katakan bahwa saya pribadi mempersilahkan mereka yang memandang “jijik” negara tercinta ini untuk meninggalkan dan menjadi warga negara lain. karena di jaman sekarang itu adalah termasuk “Hak Asasi Manusia” yang dihargai. Karena bagi saya pribadi, saya sangat respek jika orang pergi dari negeri ini jika alasannya adalah idealisme dan keyakinan baik politik maupun agama.

Namun, jika orang hengkang hanya karena masalah “uang”, hal ini hanya mengungkit luka lama mengingat kisah para perampok BLBI yang lari ke negara tetangga. Mungkin masih segar dalam ingatan kita, bagaimana uang ratusan triliun rupiah di ambil dan kemudian dengan pongahnya mereka lari ke negara lain. uang BLBI yang dijarah tersebut mengakibatkan negara terpaksa mengeluarkan biaya rekapitulasi perbankan. Dan hal tersebut dibebankan oleh APBN. Dan ironisnya beban bunga dan rekap tersebut diambil dari dana PAJAK yang sekarang mereka hujat.

Bagi saya pribadi, negara Indonesia tidak akan runtuh hanya karena “orang-orang yang MERASA pinter” lari ke negara lain untuk menghindari pajak. Dan bangsa Indonesia tidak akan tenggelam hanya karena di urus oleh kita-kita yang di CAP BODOH oleh mereka.

Mungkin benar bahwa negara kita belum sempurna. Mungkin benar juga bahwa pemerintah kadang abai terhadap kewajibannya. Tapi bukankah hal tersebut juga menimpa masyarakat Indonesia lainnya yang hidup di Indonesia? Lupakah kita, bahwa itu semua memerlukan pengorbanan dan cinta kita bersama untuk memperbaikinya???

Oleh: Dul Arief

Tidak ada komentar: