Selamat Datang

Selamat membaca artikel yang kami sajikan.

02 April 2008

Reformasi Pertama Birokrasi

Gelombang reformasi yang bergulir tahun 1998 ternyata belum mampu menciptakan kesejahteraan umum masyarakat. Dipicu oleh harga minyak dunia, kebutuhan pokok masyarakat pun semakin mahal dan sulit didapatkan. Namun, apakah memang harga minyak dunia yang menjadi penyebab utama semakin sulitnya kehidupan masyarakat? Bukankah di negara- negara lain—bahkan yang tidak memiliki cadangan minyak sekalipun— kondisi ekonomi masyarakatnya tidaklah separah di Indonesia?

Refleksi yang harus dilakukan adalah apakah memang keberadaan dan pekerjaan pemerintah benar-benar menjadi pilar untuk menciptakan kesejahteraan umum masyarakat? Atau sebaliknya pemerintahan yang korup, tidak efisien, tidak profesional, tidak akuntabel, dan tidak sensitiflah yang menjadi akar masalah semakin terpuruknya bangsa ini.

Prahara birokrasi

Barangkali yang paling mudah untuk ditunjuk sebagai penyebab sulitnya menciptakan kesejahteraan umum masyarakat adalah kualitas birokrasi pemerintahan. Lebih jelasnya, negara dan bangsa ini tidak pernah bersungguh-sungguh memperbaiki apa yang disebut sebagai birokrasi pemerintahan.

Kita lebih serius membahas berapa jumlah kursi DPR pada pemilihan umum mendatang, kita lebih konsern berdebat apakah ketentuan electoral treshold tetap akan diberlakukan pada tahun 2009, kita lebih bersemangat untuk melobi apakah jumlah sisa suara akan ditarik ke provinsi atau diletakkan di daerah pemilihan. Namun, siapa yang peduli tentang mengapa dan berapa jumlah uang yang menguap dalam berbagai dana pembangunan dan pelayanan; siapa pula yang harus memberi perhatian tentang buruknya pelayanan publik; dan siapa yang tertarik untuk memerhatikan betapa kecilnya gaji pegawai negeri sehingga terpaksa harus mencuri uang negara dan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik.

Prahara buruknya birokrasi pemerintahan adalah sebab utama mengapa negara ini tidak pernah selesai dengan keterpurukan ekonomi. Birokrasi pemerintahan adalah mesin yang menggerakkan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Mesin itu sudah sangat tua dan renta sehingga berjalan sendiri pun sangat sulit, apalagi menggerakkan dan mendorong pembangunan bagi masyarakatnya.

Kondisi ini dipersulit oleh beberapa hal: pertama, keseriusan dan kemauan politik untuk merevitalisasi dan meremajakan mesin birokrasi sangatlah lemah jika tidak mau dikatakan tidak ada. Kedua, birokrasi pemerintahan adalah sasaran yang sangat potensial bagi partai politik untuk menjara uang negara melalui koalisi politik dan birokrasi. Ketiga, sejak kita merdeka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perilaku birokrasi untuk melayani masyarakat tidaklah kondusif. Keempat, masyarakat berada dalam posisi yang sangat lemah ketika berhadap-hadapan dengan pemerintah, tidak ada posisi tawar dan bahkan selalu menjadi pihak yang paling dirugikan.

Prinsip-prinsip good governance yang didengungkan dan ditabuhkan oleh berbagai pihak, baik lembaga donor maupun lembaga pemerintah, adalah isapan jempol belaka. Dalam praktiknya, prinsip-prinsip tersebut berada dalam ruang yang hampa karena tidak menjelma menjadi norma hukum yang konkret dan tidak menjadi darah daging dan jiwa penyelenggara pemerintahan. Tidak sulit mencari jawaban, mengapa kemakmuran masyarakat tidak bisa diciptakan. Karena birokrasi pemerintahan yang menjadi mesin pembangunan kesejahteraan masyarakat mengalami peradangan akut, yang tidak diupayakan secara serius penyembuhannya.

Jalan baru

Buruknya birokrasi pemerintahan harus segera diperbaiki dengan langkah-langkah reformasi. Tidak ada jalan lain. Semakin lama kita menunda reformasi birokrasi, semakin lama dan sulit harapan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah memulai langkah reformasi birokrasi dengan menyusun Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP). RUU ini penting dalam kacamata reformasi birokrasi karena menjadi instrumen mewujudkan prinsip-prinsip good governance dalam norma hukum yang bersifat mengikat, baik bagi pejabat birokrasi maupun masyarakat. Instrumentasi pasal-pasal dalam RUU ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku pejabat birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan—terutama dalam membuat keputusan—serta relasi antara birokrasi dan masyarakat yang setara dalam pemerintahan dan pelayanan.

Konkretisasi prinsip partisipasi dalam pemerintahan diwujudkan melalui pemberian hak kepada setiap individu untuk didengar pendapatnya sebelum sebuah Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bersifat memberatkan dibuat. Dalam praktiknya, hal ini dapat menghindarkan perbuatan semena-mena dan menyalahgunakan kewenangan oleh pejabat administrasi pemerintahan. Pada sisi lainnya, RUU AP memberikan payung hukum yang bersifat umum bagi semua sektor yang memungkinkan terciptanya efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Untuk menjamin kesamaan keberlakuan hukum bagi semua orang dan dalam rangka menghindari terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme, RUU AP juga memuat ketentuan pejabat pemerintahan yang didiskualifikasikan (tidak boleh terlibat) dalam membuat keputusan administrasi pemerintahan. Dari konteks sosiologis Indonesia, ketentuan ini akan mengurangi kroniisme yang sering kali berhubungan dengan tingkat korupsi. Hal ini akan menjadi tindakan preventif untuk mengurangi KKN dalam administrasi pemerintahan dan pelayanan publik. RUU ini juga mengatur keberatan dan gugatan individu dan masyarakat terhadap keputusan administrasi pemerintahan yang dianggap memberatkan dan merugikan.

Berbagai instrumen yang diatur dalam RUU AP pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan perbaikan iklim investasi berupa kepastian hukum. Dari sisi penegakan hukum, RUU ini kelak akan menjadi hukum materiil bagi para hakim di Peradilan Tata Usaha Negara. Meskipun demikian, RUU ini harus dilengkapi dengan reformasi birokrasi lainnya, terutama di bidang Kepegawaian Negara. Komitmen pemerintah dan DPR untuk melakukan reformasi birokrasi dapat diawali dengan membahas dan menetapkan RUU Administrasi Pemerintahan. Semoga.

Eko Prasojo Guru Besar FISIP UI

Kompas, 2 April 2008

1 komentar:

Taiki mengatakan...

birokrasi memualkan