Selamat Datang

Selamat membaca artikel yang kami sajikan.

14 April 2009

Pajak Pak Darmin

Oleh Zaim Uchrowi

''Basah.''
Itu komentar umum tentang kerja di kantor pajak. Seolah kerja di kantor pajak akan selalu kebanjiran uang, bakal hidup berkecukupan, serta punya tabungan berlimpah. Semua segera maklum bila seorang pegawai, apalagi pejabat, kantor pajakÿ20tampak kaya. Seperti seorang muda, tetangga saya, yang tiba-tiba membangun rumah lebih bagus ketimbang orang-orang sekitarnya. Mungkin ia mendapat uang dari keluarga atau sumber lain. Namun, orang-orang tetap mengaitkan dengan pekerjaannya. ''Dia kan kerja di pajak, pantas kaya.'' Hingga beberapa tahun lalu anggapan itu berkembang. Seolah kerja di pajak akan selalu membuat kaya raya. Kalau tak demikian, ia dianggap bodoh. ''Kerja di pajak kok nggak kaya.''

Sebuah anggapan yang dibenarkan oleh kenyataan sehari-hari. Pegawai kantor pajak, di masa itu, umumnya lebih makmur ketimbang banyak pegawai publik lain. Kemakmuran itu tak harus karena resmi mendapat imbalan tinggi. Pada banyak kasus, kemakmuran itu juga hasil dari pendapatan 'gelap'.


Masyarakat pun memaklumi kenyataan itu, walaupun, semestinya terheran-heran: Bagaimana dapat berkecukupan hanya dari imbalan uang publik? Dalam beberapa tahun terakhir, gambaran tentang kantor pajak mulai berubah. Terutama setelah Dirjen Pajak tampak bebenah dari semua sisi. Pembenahan bukan hanya dengan perbaikan citra lewat iklan yang menampilkan 'pengusaha subur' yang peduli pajak. Dari sejumlah kawan di kantor pajak saya tahu, pembenahan juga dilakukan di dalam. Baik dari perbaikan sistem hingga pengembangan profesionalitas tim. Tapi, hingga tahun silam, saat saya antre untuk menyerahkan SPT Pajak 2007, hasil perubahan itu belum terlalu terasa pada masyarakat. Para wajib pajak ini. Tahun ini suasana sudah sangat berbeda.

Para wajib pajak, atau setidaknya saya, ternganga saat datang ke kantor pajak. Antrean panjang seperti tahun-tahun terdahulu menghilang. Tak ada lagi pemeriksaan satu per satu yang mengesankan 'sikap curiga' kantor pajak pada masyarakat. Yang lebih mengemuka sekarang justru 'sikap percaya'.
Hal yang mengingatkan saya pada Francis Fukuyama yang menempatkan trust atau 'percaya' sebagai modal sosial penentu keberadaban bangsa. Sikap percaya itu ditunjukkan dalam bentuk help desk serta drop box yang sangat efisien.

Nuansa profesionalitas terasa kuat lingkungan itu. Hal itu tecermin dari sikap para petugas di sana. Mereka tidak menampakkan wajah-wajah yang suka 'berbasah-basah' agar kaya raya dengan segala cara. Mereka lebih menunjukkan sebagai sosok-sosok profesional yang layak mendapat imbalan profesional, dan tak menginginkan apa pun lebih dari itu, yang memang bukan haknya. Di lingkungan korporasi swasta pun transformasi sikap tim untuk menjadi benar-benar profesional tak mudah dilakukan. Apalagi di lingkungan birokrasi pemerintah. Tapi, Direktorat Jenderal Pajak membuktikan hal yang seakan tak mungkin tersebut benar-benar dapat diwujudkan.

Saat Republika menempatkan Pak Darmin Nasution pada Januari lalu sebagai Tokoh Perubahan 2008, saya mengangguk setuju. Tapi, ternyata perubahan yang dilakukan Pak Darmin dan tim jauh melebihi yang saya dapat bayangkan. Kantor pajak benar-benar telah tertransformasi menjadi lembaga profesional dan efektif. Saya bayangkan bila seluruh birokrasi dan lembaga negara menjadi seprofesional kantor pajak, maka Indonesia akan segera melejit menjadi bangsa yang kuat dan makmur. Bila seperti itu, Indonesia akan segera terbebas dari berbagai penyakitnya selama ini seperti korup, lamban, tidak profesional, tak ada rasa percaya antarsesama, hingga kecenderungan saling menjatuhkan.

Maka, usai ke kantor pajak akhir pekan silam, saya percaya bahwa Pak Darmin dan kawan-kawan bukan semata telah mentransformasi kantornya. Dengan perbuatan konkretnya, mereka telah mulai mentransformasi Indonesia. Bangsa dan negeri ini memerlukan 'rasa percaya' dan 'profesional'. Contoh nyata di kantor pajak menunjukkan bahwa kita mampu menghadirkan itu pada bangsa ini, yang akan dapat melahirkan kemajuan sejati. Semoga pemerintahan ke depan, hasil pemilihan umum 9 April serta pemilihan presiden nanti, akan mampu mentransformasi Indonesia sebagaimana Pak Darmin mentransformasi kantor pajak.

Republika Online
Jumat, 03 April 2009 pukul 23:20:00

1 komentar:

Anonim mengatakan...

pengalaman manis yang disampaiakan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di KPP Pratama Purwakarta, yang mana Oknum Kasubab TU/Umum justru "BERBASAH - BASAH RIA " dengan memonopoli pengadaan barang oleh perusahaan yang dia miliki (walaupun atas nama orang lain).
Bagaimana dengan rekanan yang biasa mendapat pekerjaan ? sekarang hanya tinggal gigit jari.