Selamat Datang

Selamat membaca artikel yang kami sajikan.

28 Maret 2008

Asian Agri Sebaiknya Selesai di Luar Pengadilan

JAKARTA - Wakil Ketua PPATK (Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan) Prof Gunadi mengatakan jalur penyelesaian kasus pajak yang sulit dibuktikan di pengadilan, memang sebaiknya dituntaskan melalui jalur kesepakatan di luar pengadilan atau out of court settlement.

"Ini untuk menghindari hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak," ujarnya menjawab wartawan di Jakarta, Selasa (18/3/2008).

Hal tersebut diungkapkan Gunadi menyoroti lambannya penyelesaian beberapa kasus pajak, seperti yg dialami oleh Asian Agri yang diduga melakukan penggelapan pajak Rp1,3 triliun.

Soalnya, kata Gunadi, penyelesaian kasus pajak memang harus cepat untuk mencegah potensi kerugian yang berlarut-larut, baik dari sisi penerimaan negara, maupun bagi wajib pajak yg diduga pajaknya bermasalah.

Soal mekanisme penyelesaian kasus pajak di luar pengadilan, ujar Gunadi, sesuai dgn Pasal 44B UU Perpajakan, memang harus diusulkan oleh Menteri Keuangan. Kemudian oleh Kejaksaan Agung dihentikan penyidikannya, setelah wajib pajak membayar pajak yang kurang bayar plus denda sebesar 400%.

Guru Besar Hukum Pajak Universitas Indonesia (UI) ini menyebutkan, jumlah kurang bayar pajak yg masuk dalam penyidikan Kejaksaan tersebut memang tidak ada SKP (Surat Ketetapan Pajak). Tapi di dalam surat usulan penghentian penyidikan dari Menkeu, disebutkan jumlah dugaan potensi kerugian negara yang harus dibayar oleh wajib pajak plus denda 400%.

"Ada perhitungannya, tapi bukan SKP. Karena kalau sudah SKP, berarti penyelesaiannya melalui jalur administrasi, sehingga sudah tidak ada unsur kerugian negara," tegasnya.

Menurut Gunadi, kalau kasus-kasus pajak yg sulit dibuktikan di pengadilan tetap dipaksakan, justru potensi penerimaan negara bisa hilang. "Jalur pengadilan pajak tergantung temuan-temuan kantor pajak. Tapi kalau masih menduga-duga dan sulit dibuktikan, bisa jadi pengadilan memutuskan tidak ditemukan unsur kerugian negara. Biasanya kalau sulit lewat luar pengadilan," jelasnya.

Prinsip yg harus diingat, ujar Gunadi, bahwa penyelesaian kasus-kasus perpajakan bukan dimaksudkan untuk memidanakan atau memenjarakan wajib pajak. "Yang paling penting adalah menyelamatkan potensi penerimaan negara. Kalau potensi pemasukan negara sudah dibayar, berarti tidak ada lagi unsur kerugian negara, sehingga orangnya tidak perlu dipidana lagi," jelasnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Abdul Hakim Ritonga mengatakan, bahwa Asian Agri yang diduga menggelapkan pajak Rp1,3 triliun, bisa terbebas dari tuntutan pidana, sesuai Pasal 44B UU Perpajakan, yakni untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Pasal itu juga mengatur, penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan tersebut, hanya dilakukan setelah wajib pajak melunasi utang pajak, plus denda sebesar empat kali lipat jumlah pajak kurang bayar.

Okezone.com, 18 Maret 2008

Tidak ada komentar: