Selamat Datang

Selamat membaca artikel yang kami sajikan.

19 Maret 2008

Negara Muslim tak pantas menderita

Negara-negara berpopulasi Muslim dominan-yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI)-dengan potensi sedemikian besar, memiliki penguasaan atas 70% sumber energi dunia dan 40% bahan ekspor, sungguh tidak pantas menderita.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan OKI merupakan organisasi unik. Gabungan populasi ke-57 anggota organisasi itu mencapai 1 miliar penduduk Bumi, yang meliputi tiga benua. Dengan demikian, umat Islam memiliki posisi terbaik untuk menyumbang perdamaian dan keamanan dunia dan tidak pantas menderita, termasuk kemiskinan.

Oleh karena itu, Kepala Negara mengajak seluruh anggota OKI untuk mengutamakan peningkatan kualitas hidup umat Islam dan memberdayakan mereka. Hal itu berarti perlu penggalangan kerja sama ekonomi yang intensif dan ekstensif di antara sesama negara Muslim.

"Kita perlu mengembangkan berbagai skema investasi atau kerja sama di bidang sains dan teknologi. Kita dapat mengoptimalkan perdagangan antar negara Islam melalui negosiasi dan pengembangan area perdagangan bebas yang Islami," ujar Yudhoyono saat memberikan sambutan pada sesi Debat Umum KTT ke-11 OKI di Dakar, Senegal, akhir pekan lalu.

Sebelumnya, sejumlah pemimpin negara anggota OKI sempat menyampaikan keprihatinan mendalam atas perkembangan harga minyak dunia yang meroket hingga mencapai US$110 per barel.

Sejumlah anggota OKI merupakan produsen minyak skala besar, namun sebagian besar dari mereka adalah konsumen minyak. Terasa sekali, termasuk tuan rumah Senegal, yang mengeluhkan harga minyak dunia, karena luar biasa membebani dan hal itu dapat menimbulkan permasalahan ekonomi-sosial. Bagaimana OKI merespons kondisi ini.?

Saat pembukaan, Presiden Senegal mengeluarkan ide yang menarik, yaitu bagaimana apabila nanti harga minyak terus naik, 10% dari hasil penjualan digunakan khusus untuk membantu mengentaskan kemiskinan di negara-negara berpenduduk mayoritas Islam. Namun, hal itu belum memperoleh tanggapan.

Presiden Yudhoyono juga mendorong kelanjutan kerja sama ekonomi seperti D-8 yang beranggotakan negara-negara yang tergabung dalam OKI. Oleh karena itu, pembentukan lembaga baru Dana Solidaritas Islam dalam kerangka OKI dinilainya sangat penting dan Indonesia memberikan dukungan penuh termasuk berkontribusi bagi pendanaannya.

Dengan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber-sumber keuangan yang sangat besar itu, kata Presiden, anggota OKI mampu menciptakan mobilisasi dan membangun kekuatan untuk kebaikan umat. Hal itu akan mengembalikan prinsip Islam sesungguhnya, yakni memerangi kemiskinan serta mendorong perdamaian global dan keselarasan.

"Keselarasan bukan hanya untuk sesama bangsa, juga an-tara manusia dan ciptaan Allah lainnya. Ini berarti mengupayakan keseimbangan antara penciptaan kesejahteraan eko-nomi bagi kita ataupun generasi mendatang serta menjaga kelestarian alam," kata Yudhoyono.

Presiden juga menyinggung tentang bagaimana peran yang harus diemban anggota OKI sehingga mampu menangkal prasangka terhadap Islam (Islamophobia) di kancah pergaulan internasional, termasuk membangun dialog antarkepercaya-an, antarbudaya, dan antar peradaban.

Oleh karena itu, lanjutnya, kerja sama dengan media dinilainya sangat penting. Dia memberikan contoh kerja sama Indonesia dengan Norwegia dalam hal dialog antarbangsa yang dikemas dalam Global Inter-Media Dialog.

Presiden juga menyinggung soal pelaksanaan demokrasi yang dinilainya penting dalam penegakan good governance. "Untuk menjadi [negara] demokrasi, tentu saja, lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan. Sulit untuk menjaga kesinambungannya. Saya berbicara berdasarkan pengalaman di Indonesia."

Kasus Palestina

Persoalan Palestina menjadi salah satu pokok bahasan penting dalam pembicaraan sejumlah pemimpin dunia, baik pada saat pidato pada pembukaan KTT maupun pada berbagai pertemuan bilateral.

Beberapa tokoh dunia, termasuk Sekjen PBB Ban Ki-moon, yang secara khusus hadir dalam KTT OKI, Sekjen Liga Arab, dan Sekjen OKI sepakat bahwa agresi Israel terhadap Palestina harus segera diakhiri.

"Hampir semua pembicara menyatakan perhatian yang sangat mendalam terhadap situasi di Palestina, khususnya di Gaza mengenai serangan Israel terhadap penduduk sipil di Gaza. Mereka semua mengutuk serangan ini dan mereka ingin agar proses perdamaian dapat segera dilakukan kembali serta kekerasan dapat dihentikan," kata Dino Pati Jalal, juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seusai Presiden menerima Sekjen PBB Ban Ki-Moon di Hotel Le Meridien Dakar, Senegal.

Umumnya, mereka menekankan keprihatinan mendalam karena banyak sekali konflik yang terjadi di komunitas Muslim dunia a.l. di Irak, Af-ghanistan, Somalia, dan Sudan, sehingga mereka mempertanyakan bagaimana respons dari negara-negara anggota OKI terhadap banyaknya konflik dalam tubuh Islam.

Ada juga perhatian khusus terhadap masalah kesejahteraan, terutama mengenai banyaknya orang-orang miskin di kalangan umat Islam. Untuk hal ini, OKI dituntut merespons secara lebih agresif. Memang sudah ada inisiatif baru untuk mendirikan dana solidaritas Islam (Islamic Solidarity Fund) yang akan dikelola oleh Bank Pembangunan Islam (IDB).

"Indonesia mendukung sepenuhnya keberadaan dana tersebut, karena memang kita selalu berbicara bahwa umat Islam harus saling membantu, tapi konkretnya bagaimana. Ini akan dilaksanakan segera setelah KTT OKI," ujar Dino.

Pada pertemuan tersebut Ban Ki-moon didampingi Ibrahim Gambari, utusan khusus PBB untuk masalah Myanmar. Sedangkan Presiden didampingi Menlu Hassan Wirajuda.

Kedua pemimpin a.l. membahas masalah Myanmar dan Timor Leste beserta prospek penyelesaian masing-masing serta membicarakan mengenai persoalan perubahan iklim global sebagai tindak lanjut Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali, Desember 2007.

Ban Ki-Moon dan Yudhoyono memberikan perhatian khusus terhadap time table yang sudah disepakati pada konferensi di Bali itu, untuk mengingatkan masyarakat dunia agar dapat dengan tepat memenuhi kerangka waktu dua tahun untuk mencapai suatu rezim global perubahan iklim pasca-2012.

"Agar nanti, sewaktu bertemu di Copenhagen 2009, sudah ada kesepakatan yang dicapai rezim global tersebut. Kedua pemimpin akan membuat fasilitas video conference di kantor PM Denmark, Presiden Polandia, Presiden SBY, Sekjen PBB, dan Ketua UNFCCC," ungkap Dino.

Fasilitas konferensi video yang akan digunakan nantinya merupakan peralatan paling mutakhir, sehingga kelima pe-mimpin tersebut dapat secara berkala berkomunikasi mengenai time table itu. Sistem ini akan di-instal dalam waktu dekat untuk menjaga momentum perubahan iklim."
Oleh Ahmad Djauhar
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: